Rabu, 18 Februari 2015

Dinamika Pendidikan Islam pada Masa Daulah Abbasiyah





Pendahuluan
A. Latar Belakang
            Umat manusia dalam sejarahnya telah memperlihatkan tentang pentinya pendidikan. Hal ini telah ditelusuri sejak zaman Nabi saw. Usaha pendidikan kemudian ditindaklanjuti oleh generasi berikutnya, pendidikan dan pengajaran terus tumbuh dan berkembang pada masa Khulafaur rasyidin, masa Bani Umayyah, dan masa Bani Abbasyiyah. Pada masa awal Daulat Abbasiyah, pendidikan dan pengajaran berkembang dengan sangta pesat di seluruh negara islam hingga lahir madrasah-madrasah yang tidak terhitung banyaknya. Tujuan endidikan dalam islam sama dengan tujuan hidup manusia yakni: “Insan Pengabdi Allah”. Untuk mencapai sebuah pendidikan tentu saja diperlukan metode, sistem, dan materi pendidikan. Untuk mngetahui masalah inilah makalah ini dibuat guna mengetahui secara khusus tentang pendidikan dasar khuttab, madrasah Nadzimyah, dan Baitul Hikmah pada masa klasik (pada masa awal Daulat Abbasiyah).
B. Rumusan Masalah
Berdasakan latar belakang tersebut perlu kiranya merumuskan masalah sebagai pijakan untuk terfokusnya kajian makalah ini. Adapun rumusan masalahnya sebagai berikut:
1.    Bagaimana sejarah singkat awal Bani Abbasiyah ?
2.    Bagaimana perkembangan dan tujuan pendidikan pada masa Bani Abbasiyah ?
3.    Bagaimana tingkat-tingkatan pendidikan pada masa Bani Abbasiyah ?
4.    Bagaimana kondisi kelembagaan pendidikan pada masa awala Ban Abbasiyah?
5.    Sebutkan tokoh-tokoh yang terkenal pada masa Bani Abbasiyah ?




Pembahasan


A. Sekilas tentang Daulah Abbasiyah
            Daulah Abbasiyah didirikan oleh keturunan Abbas paman Rasulullah, yaitu Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Alin ibn Abdullah al-Abbas. Selama dinasti ini berkuasa pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuain dengan politik, sosial, dan kultur budaya yang terjadi pada masa-masa tersebut. Kekuasaan Daulah Abbasiyah dibagi 5 yaitu:
1.      Periode I (132 H-232 H), masa pengaruh Persia pertama.
2.      Periode II (232 H/334 H), masa pengaruh Turki pertama.
3.      Periode III (334 H/47 H), masa kekuasaan Dinasti Buwaihi, pengaruh Persia pertama.
4.      Periode IV (447 H/590 H), masa Bani Saljuk, pengaruh Turki kedua.
5.      Periode V (590 H/656 H), masa kebebasan dari pengaruh Dinasti lain.
            Daulah Abbasiyah mencapai puncak keemasannya dan kejayaannya pada periode I. Para khalifah pada masa periode I dikenal sebagai tokoh yang kuat, pusat kekuasaan politik, dan agama sekaligus. Kemakmuran pada saat ini mencapai tingkat yang tinggi. Popularitas Daulah Abbasiyah mencapai puncaknya pada Khalifah Harun Al-Rasyid (786 M-809 M) dan putranya Al-Ma’mun (813 M-833 M). Kekayaan yang dimiliki oleh KhalifahHatun Al-Rasyid dan puteranya Al-Ma’mun digunakan untuk kepentingan sosial seperti: lembaga pendidikan, kesehatan, rumah sakit, pendidikan ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta kesusasteraan berada pada zaman keemasan. Al-Ma’mun khalifah yang cinta kepada ilmu dan banyak mendirikan sekolah.

B. Perkembangan Pendidikan dan Tujuannya
            Pada permulaan masa Abbasiyah pendidikan dan pengajaran berkembang dengan sangat hebatnya diseluruh agama islam, sehingga lahir sekolah-sekolah yang tak terhitung banyaknya, tersebar dari kota-kota sampai ke desa-desa. Anak-anak dan pemuda-pemuda berlomba-lomba menuntut ilmu pengetahuan, melawat kepusat-pusat pendidikan itu telah bermacam-macam karena pengaruh masyarakat itu. Tujuan diantaranya:
·      Tujuan keagamaan dan akhlak. Seperti pada masa sebelumnya. Anak-anak dididik dan diajar membaca/menghafal Al-Qur’an, ialah karena hal itu suatu kewajiban dalam agama, agar mereka mengikut ajaran agama dan berakhlak menutu agama. Begitu jug mereka diajar ilmu tafsir.
·      Tujuan kemasyarakatan. Pemuda-pemuda belajar dan menuntut ilmu, supaya mereka dapat mengubah dan memperbaiki masyarakat, dari masyarakat yang penuh kejahilan menjadi masyarakat yang bersinar ilmu pengetahuan, dar masyarakat yang mundur menjadi masyarakat yang maju dan makmur.
·      Cinta akan ilmu pengetahuan. Mereka melawat keseluruh negara islam untuk menuntut ilmu tanpa memperdulikan susah-payah dalam perjalanan. Tujuan mereka untuk memuaskan jiwanya yang haus akan ilmu pengetahuan.
·      Tujuan kebendaan. Mereka menuntut ilmu, supaya mendapat penghidupan yang layak dan pengakat yang tinggi, kalau mungkin mendapat kemegahan dan kekuasaan didunia ini.
C. Tingkat-Tingkat Pengajaran
Pada masa Abbasiyah sekolah-sekolah terdiri dari beberapa tingkat, yaitu:
1.        Tingkat sekolah rendah, namanya Kuttab sebagai tempat belajar bagi anak-anak. Di samping Kuttab ada pula anak-anak belajar di rumah, di istana, di tokok-toko dan di pinggir-pinggir pasar. Adapun pelajaran yang diajarkan meliputi: membaca Al-Qur’an dan menghafalnya, pokok-pokok ajaran islam, menulis, kisah orang-orang besar islam, membaca dan menghafal syair-syair atau prosa, berhitung, dam juga pokok-pokok nahwu shorof ala kadarnya.
2.        Tingkat sekolah menengah, yaitu di masjid dan majelis sastra dan ilmu pengetahuan sebagai sambungan pelajaran di kuttab. Adapun pelajaran yang diajarkan melipuri: Al-Qur’an, bahasa Arab, Fiqih, Tafsir, Hadits, Nahwu, Shorof, Balaghoh, ilmu pasti, Mantiq, Falak, Sejarah, ilmu alam, kedokteran, dan juga musik.
3.        Tingkat perguruan tinggi, seperti Baitul Hikmah di Bagdad dan Darul Ilmu di Mesir (Kairo), di masjid dan lain-lain. Pada tingkatan ini umumnya perguruan tinggi terdiri dari dua jurusan:
a.         Jurusan ilmu-ilmu agama dan Bahasa Arab serta kesastraannya. Ibnu Khaldun   menamainya ilmu itu dengan Ilmu Naqliyah. Ilmu yang diajarkan pada jurusan ini meliputi: Tafsir Al-Qur’an, Hadits, Fiqih, Nahwu, Sharaf, Balaghoh, dan juga Bahasa Arab.
b.        Jurusan ilmu-ilmu hikmah (filsafat), Ibnu Khaldun menamainya dengan Ilmu Aqliyah. Ilmu yang diajarkan pada jurusan ini meliputi: Mantiq, ilmu alam dan kimia, Musik, ilmu-ilmu pasti, ilmu ukur, Falak, Ilahiyah (ketuhanan), ilmu hewan, dan juga kedokteran.
1. Sekolah-Sekolah Rendah (Kuttab)
            Pada awal masa Abbasiyah, bertambah banyak bilangan kuttab dan guru-guru mengajar anak-anak. Di satu kota Balram di Shigillah (Sicillia) ada kurang lebih 300 orang guru kuttab. Pada kuttab Abdul Qasim Al-Balkhi ada kurang lebih 3.000 orang murid. Hal tersebut membuktikan bahwa kuttab, para guru dan para murid amatla banyak. Kuttab biasanya dilakukan di luar masjid, terkadang diadakan pula didalam masjid. Rencan pengajaran kuttab umumnya sebagai berikut:
1.      Membaca Al-Qur’an dan menghafalnya.
2.      Pokok-pokok agama islam, seperti cara berwudlu, sholat, puasa, dsb.
3.      Menulis.
4.      Kisah (riwayat) orang-orang besar islam.
5.      Membaca dan menghafal syair-syair atau Natsar-natsar (prosa).
6.      Berhitung.
7.      Pokok-poko nahu dan syaraf ala kadarnya.
            Demikianlah rencana pengajaran kuttab umumnya. Tetapi rencana pengajarana itu tidak sama diseluruh negara islam. Bahkan berlainan-lain pada beberapa wilayah, seperti diMagrib (Maroko) hanya diajarkan kepada anaka-anak Al-Qur’an saja dan dipentingkannya tulisan tanpa dicampurkannya dengan ilmu lain, seperti hadis, fiqih, syair, atau natsar.
            Cara mengjar pada saat itu diberikan kepada para murid seorang demi seorang dan belum berkelas-kelas. Mereka belajar duduk bersila berkeliling (berhalaqah) menghadapi guru. Begitu juga belu ada kitab-kitab yang ditetapkan mengajarkannya, pelajaran  diberikan dibacakan oleh guru dan diulang-ulang membacanya oleh murid.


2. Madrasah-Madrasah Nidzamiyah
            Diantara pembesar-pembesar zaman Saljuq yang membangunkan madrasah-madrasah ialah Nizam Al-Mulk. Ia diangkat menjadi menteri oleh Maliksyah As-Saljuq pada pertengahan abad ke 5 H. Madrasah-madrasah yang didirikan oleh Nizam Al-Mulk dinamai Madrasah Nidzamiyah yang termasyhur seluruh dunia. Pada tiap-tiap kota, Nizam Al-Mulk mendirikan satu madrasah diantaranya: di Baghdad, Balkh, Naisabur, Harat, Asfahan, Basran, Marw, Muasul, dll. Madrasah Nidzamiyah itu dapat disamakan dengan fakultas-fakultas masa sekarang.
            Tujuan Nizam Al-Mulk mendirikan madrasah-madrasah ialah untuk memperkuat pemerintahan Turki Saljuq dan untuk menyiarkan madzhab keagamaan pemerintahan. Sultan-sultan turki adalah golongan ahli sunnah, sedangkan pemerintahan Buwaihiah yang sebelumnya adalah dari kaum syi’ah.sebab itulah madrasah Nidzamiyah adalah untuk mnyokong Sultan dan menyiarkan madzhab ahli sunnah keseluruhan rakyat.
            Menurut ahli sejarah, bahwa Nizam Al-Mulk adalah seorang yang mula-mula mendirikan madarasah islam, karena pada masa sebelumnya adalah pengajaran agama diberikan masjid-masjid bukan digedung-gedung madrasah.
3. Baitul Hikmah di Bagdad
            Baitul Hikmah di Bagdag dididirikan pada masa Harun Al-Rasyd menjadi Khalifah (170H-193H), kemudian diteruskan dan diperbesar oleh Khalifah Al-Makmun (198H-218H). Baitul hikmah bukan saja diajarakn ilmu-ilmu agama islam, bahkan juga ilmu hikmah, seperti: alam, kimia, falak, dll. Baitul hikmah mempunyai perpustkaan yang sangat besar. Khalifah Harun Al-Rasyid mengupulkan dalam perpustakaanitu kitab-kitab ilmu islam, kitab-kitab ilmu kedokteran dan ilmu falak yang diterjemahkan dari bahasa asing kedalam bahasa arab.
            Pada mulanya berdirinya Baitul Hikmah Yahya bin Khalid mengusahakan untuk menerjemahkan buku-buku dalam bahasa Persia kedalam bahsa Arab. Al-Makmun menyruh Sahl binHarun sebagai juru tulis di gudang Hikmah (kitab-kitab filsafat) yang dibawa dari Qubrus (Cyprus). Baitul Hikmah  adalah perguruan tinggi yang mempunyai perpustakaan umum, bahkan itulah universitas islam yang pertama. Di sana berkumpul ulama-ulama dan pembahas-pembahas dana kesana datang para mahasiswa dari segala penjuru dunia.
            Di Bagdad didirikan alat peneropong bintang-bintang oleh Al-Makmun. Peneropong itu berhubungn langsung dengan baitul hikmah. Al-makmun menyuruh ulama, supaya mempelajari kitab Majisthi yang berisi ilmu falak.lalu enyuruh ulama membuat alat peneropong itu untuk mempelajari hal ihwal bintang-bintang sebagaimana dibuat oleh Bathlimus, pengarang Al-Majisthi. Kemudian merek membuat alat peneropong itu di Bagdad dan Damsyik, segala hasil penyelidikan mereka bukukan dalam judul “Pneropong Al-Makmuni”.
            Baitul Hikmah pada masa Al-Makmun adalah masa keemasan, sehingga sampai kepuncak ketinggian dan kemuliaannya. Umat islam dahulu bangga tegaknya baitul hikmah di Bagdad, dipinggir sungai Dijlah (Tigris), sebelum lahir Universitas di Eropa dan dinegara lain.
            Setelah wafat Al-Makmun maka Baitul Hikmah tidak mendapat perhatian penuh dari khalifah-khalifah perhatian Al-Makmun. Meskipun begitu Baitul Hikmah tetap hidup sampai akhir abad ke-5 H, (awal abad ke-2 M) dengan nama Darul Ilmidi Bagdad tetap masih hidup pada tahun 479 H. Baitul Hikmah tidak lagi temasyhur setelah wafatnya Al-Makmun, bahkan terus menerus mundur, terutama setelah tersebar madrasah-madrasah Nidzamiyah dan lahir ancaman keras dari ulama terhadap ilmu-ilmu filsafat yang berpusat di Baitul Hikmah.

C. Lembaga-Lembaga Pendidikan
Sebagaimana banyak dicatat dalam berbagai sumber sejarah, bahwa zaman dinasti Abbasiyah adalah zaman keemasan Islam (golden age) yang ditandai oleh kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan peradaban yang mengagumkan, yang dapat dibuktikan keberadaannya, baik melalui berbagai sumber informasi dalam buku-buku sejarah maupun melalui pengamatan empiris di berbagai wilayah di belahan dunia yang pernah dikuasai Islam, seperti Irak, Spanyol, Mesir dan sebagian dari Afrika Utara.
Berbagai kemajuan yang dicapai dunia Islam tersebut tidak mungkin terjadi tanpa didukung oleh kemajuan dalam bidang pendidikan, karena pendidikanlah yang menyiapkan sumber daya insane yang menggerakkan kemajuan tersebut. Adapun gambaran keadaan pendidikan di zaman Bani Abbasiyah sebagai berikut.
Keadaan Lembaga Pendidikan
Selain masjid, kuttab, al-badiah, istana, perpustakaan dan al-bimaristan, pada zaman Dinasti Abbasiyah ini telah berkembang pula lembaga pendidikan, berupa toko buku, rumah para ulama, majelis al-ilmu, sanggar kesusastraan, observatorium, dan madrasah.
a.    Toko Buku (al-Hawanit al-Warraqien)
Kemajuan dalam ilmu pengetahuan tersebut mendorong lahirnya indistri perbukuan, dan industry perbukuan mendorong lahirnya took-toko buku. Di beberapa kota atau negara yang di dalamnya terdapat toko-toko buku, menggambarkan bahwa kota atau negara tersebut  telah mengalami kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan.
b.   Rumah-rumah Para Ulama (Manazil al-Ulama)
Di antara rumah yang sering digunakan untuk kegiatan ilmiah adalah rumah al-Rais Ibn Sina. Dalam hubungan ini al-Jauzajani berkata kepada sahabatnya, bahwa pada setiap malam ia berkumpul di rumah Ibn Sina untuk menimba ilmu, dan membaca kitab al-Syifa’ dan sebagian lain ada yang membaca kitab al-Qanun. Abu Sulaiman al-Sijistani juga menggunakan rumahnya untuk kegiatan orang-orang yang mau menimba ilmu, dan mia menggunakan rumahnya untuk para ulama senior untuk memvalidasi bacaan-bacaannya.Selanjutnya rumah yang sering digunakan sebagai majelis ilmu yang didatangi para pelajar dan para guru untuk mematangkan ilmunya adalah rumah Imam al-Ghazali (504 H) yang menerima para siswa di rumahnya, setelah ia berhenti sebagai guru di Madrasah al-Nidzamiyah di Nisafur, serta menuntaskan pejalanan spiritualnya, yaitu mengerjakan ibadah haji, beriktikaf di masjid al-Amawiy di Damaskus serta menulis kitabnya yang terkenal Ihya’ Ulum al-Din. Demikian pula rumah Ya’kub bin Kalas wazir al-Aziz billah al-Fathimy, rumah al-Sulfiy Ahmad bin Muhammad  Abu Thahir di Iskandariyah digunakan sebagai tempat untuk kegiatan ilmiah.
c.    Sanggar Sastra (al-Sholun al-Adabiyah)
Sanggar sastra ini mulai tumbuh sederhana pada masa Bani Umayyah kemudian berkembang pesat pada zaman Abbasiyah, dan merupakan perkembangan lebih lanjut dari perkumpulan yang ada pada zaman Khulafa’ al-Rasyidin. Di sanggar sastra ini terdapat ketentuan kode etik yang khusus. Dalam hubungan ini Ibn Abd Rabbih, al-Muqri dan al-Maqrizi berkata berkata, bahwa sanggar sastra tidak bisa menerima setiap orang yang menginginkannya, melainkan sanggar tersebut hanya dibolehkan untuk kelompok orang tertentu.
d.   Badiah(Dusun Badwi)
Di kota-kota, bangsa Arab bergaul dengan bangsa-bangsa asing yang bermacam-macam bahasa dan bangsanya, terutama bangsa Persia. Mereka memeluk agama islam dan bercakap-cakap dalam bahasa Arab. Pada masa itu bahasa Arab menjadi bahasa resmi diseluruh negara Islam yang luas itu. Banyak terdapat kesalahan-kesalahan bahasa Arab. Hanya di Badiah (dusun Badwi), di padang sahara bahsa Arab tetap fasih dan murni. Orang-orang Badwi tetap mengucapkan bahasa arab itu dengan fasih. Dengan demikian, Badiah menjadi sumber bahasa Arab yang asli.
e.    Perpustakaan dan Observatorium
Tempat-tempat ini juga digunakan sebagai tempat belajar mengajar dalam arti luas, yaitu belajar bukan dalam arti menerima ilmu dari guru sebagaimana yang umumnya dipahami, melainkan kegiatan belajar yang bertumpu pada aktivitas siswa (student centris), seperti belajar dengan cara memecahkan masalah, eksperime, belajar sambil bekerja (learning be doing), dan  penemuan (inquiri). Kegiatan belajar yang demikian itu dilakukan bukan hanya di kelas, melainkan di lembaga-lembaga pusat kajian ilmiah.
f.     Al-Ribath
Secara harfiah al-ribath berarti ikatan yang mudah di buka. Sedangkan dalam arti yang umum, al ribath adalah tempat untuk melakukan latihan, bimbingan, dan pengajran bagi calon sufi. Di dalam al-ribath tersebut terdapat beberapa ketentuan atau komponen yang terkait dengan pendidikan tasawuf, misalnya komponen guru yang terdiri dari syekh (guru besar), mursyid (guru utama), mu’id (asisten guru), dan mufid (fasilitator). Murid pada al-ribath dibagi sesuai dengan tingkatannya, mulai dari ibtidaiyah, tsanawiyah dan aliyah. Adapun bagi yang lulus diberikan pengakuan berupa ijazah.
g.    Bimaristan (Rumah Sakit)
Orang yang mula-mula mendirikan rumah dalam Islam ialah Al-Walid bin Abdul Malik (88H). Yang mula-mula mendirikan rumah sakit pada masa Abbasiyah yaitu ar-Rasyid, ia diperintahkan kepada dokternya, Jibril bin Bukhtaisyu’. Yang dikepalai oleh Masawaih, kemudian oleh anaknya Yuhana bin Masawaih. Di rumah sakit itu ada perpustakaan dan bilik untuk mengajarkan ilmu kedokteran dan ilmu obat-obatan. Bahkan disediakan tempat khusus untuk mengajar disamping rumah sakit, supaya para pelajar belajar di tempat sunyi. Rumah sakit yang sebelahnya ada halaqah untuk mengajarkan ilmu kedokteran amat banyak dalam islam. Dengan keteranga tersebut, nyatalah bahwa rumah sakit salah satu tempat belajar juga dalam sejarah pendidikan islam.
D. Tokoh-Tokoh Ilmuwan Zaman Abbasiyah
1.      Al-Farazi (Bidang Astronomi)
Astronom islam yang pertama kali menyusun astroble.
2.      Ibnu Sina (Bidang Keodkteran)
Bukunya yang fenomenal yaitu Al-Qanin fi al-Tabiib. Ia juga berhasil menemukan sistem peredaran darah pada manusia.
3.      Abu Ali Al-Hasan ibn alHaythani (Bidang Optika)
Terkenal sebagai orang yang penentang pendapat bahwa mata mengirim cahaya ke benda yang dilihatnya.
4.      Jabir ibn Hayyan (Bidang Kimia)
Ia berpendapat bahwa logam seperti timah, besi, dan tembaga dapat diubah menjadi emas atau perak.
5.      Muhammada inb Musa Al-Khawarizmi (Bidang Matematika)
6.      Al-Mas’udi (Bidang Sejarah)
Diantara karyanya adalah Muruj al-Zahab wa Ma’adin al-Jawair,
7.      Al-Farabi (Bidang Filsafat)
Ia banyak menulis buku tentang filsafat, logika, jiwa, etika, dan interprestasi terhadap filsafat Aristoteles.
8.      Ibn Jarir At-Tabari (Bidang Tafsir)
9.      Imam Bukhori (Bidang Hadist)
10.  Al-Asy’ari (Bidang Kalam)
11.  Syarif Idris (Bidang Geografi)
12.  Shabuddin Sahrawardi (Bidang Tasawuf)





PENUTUP

Daulah Abbasiyah didirikan oleh Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Alin ibn Abdullah al-Abbas. Melawat kepusat-pusat pendidikan itu telah bermacam-macam karena pengaruh masyarakat itu. Tujuannya yaitu: tujuan keagamaan dan akhlak, tujuan kemasyarakatan, tujuan akan ilmu pengetahuan, dan tujun kebendaan. Pada masa Abbasiyah sekolah-sekolah terdiri dari beberapa tingkat, yaitu:
1.     Khuttab (sekolah-sekolah Dasar)
2.     Madrasah-Madrasah Nidzamiyah
3.     Baitul Hikmah (Perguruan Tinggi)
Zaman dinasti Abbasiyah adalah zaman keemasan Islam (golden age) yang ditandai oleh kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan peradaban yang mengagumkan, yang dapat dibuktikan keberadaannya, baik melalui berbagai sumber informasi dalam buku-buku sejarah maupun melalui pengamatan empiris di berbagai wilayah di belahan dunia yang pernah dikuasai IslamAdapun gambaran keadaan lembaga pendidikan di zaman Bani Abbasiyah sebagai berikut:
a.     Toko Buku (al-Hawanit al-Warraqien)
b.     Rumah-rumah Para Ulama (Manazil al-Ulama)
c.     Sanggar Sastra (al-Sholun al-Adabiyah)
d.    Madrasah
e.     Perpustakaan dan Observatorium
f.      Al-Ribath





DAFTAR PUSTAKA

Abuddin, Nata.2011. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Perdana Media Group
Musyrifah, Sunanto. 2004. Sejarah Islam Klasik dan Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam. Jakarta: Prenada Media
Suwito.2005. Sejarah Sosial Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana
Yunus, Mahmud. 1992. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Hidakarya Agung     


Tidak ada komentar:

Posting Komentar