Minggu, 22 Februari 2015

IBN RUSYID


A. IBN RUSYID

            Abu al-Walid Muhammad Ibn Muhammad Ibn Rusyid. Ia lahir di Cordova pada tahun 1126 M dan berasal dari keluarga hakim di Andalusia (Spanyol). Ia sendiri pernah menjadi hakim di Seville dan beberapa kota lai di Spanyol. Selanjutnya ia juga pernah menjadi dokter Istana di Cordova, dan sebagai filosof dan ahl dalam hukum ia mempunyai pengaruh yang besar dikalangan istana, terutama di zaman Sultan Abu Yusuf Ya’qub al-Mansur (1184-99M). Sebagai filosof, pengaruhnya dikalangan istana tidak disenangi oleh kaum ulama dan kaum fuqaha’. Sewaktu timbul peperangan antara Sultan Abu Yusuf dan kaum kristen, Sultan berhajat pada sokongan kaum ulama dan kaum fuqaha’. Keadaan berbalik dan Ibnu Rusyd dengan mudah disingkarkan oleh kaum ulama dan kaum fuqaha’. Ia dituduh membawa falsafat yang menyeleweng dari ajaran-ajaran islam dan demikian ditangkap dan diasingkan kesuatu tempat bernama Lucena di daerah Cordova.
            Dengan timbulnya pengaruh kaum ulama dan fuqaha’ ini, kaum filosof tak disenangi lagi, Ibn Rusyd kemudian dipindahkan ke Maroko dan meninggal disana dalam usia 72 tahun di tahun 1198 M. Ibnu Rusyd meniggalkan karangan-karangan dalam ilmu hukum Bidayah al-Mujtahid dan dalam ilmu kedokteran Kitab al-Kulliat. Dalam kedua bidang tersebut akhir ini ia banyak meringkas dan komentar tentang buku-buku Aristoteles dan ClaudiusGalen, seoarang dokter ternama di abad ke 2 M. Orang yang pertama kali memperkenalkan ke dunia Latin adalah Michael Scott di tahun 1230 M. Menterjemahkan bukunya Syarh al-Sama’ dan Syarh Kitab al-Nafsh.

B. Filsafat Ajaran Ibnu Rusyid
            Ibnu Rusyid membicarakan filsafat ketuhanannya diberbagai karangannya, antara lain Tahafut at Tafahat dan Mana-hij al-Adillah, filsafat ini membahas tentang wujud Tuhan, sifat-sifat-Nya, dan hubungan-Nya denga alam. Menurut Ibnu Rusyid, Al-Ghazali telah mengisi bukunya Tahafutu al-Falasifah dengan pemikiran-pemikiran sofistis dan kata-katanya tidak sampai pada tingkat keyakinan serta tidak mencerminkan hasil pemahamannya terhadap filsafat itu sendiri. Dalam Fashl Al-Maqa, Ibnu Rusyd menyatakan bahwa mengenal pencipta itu hanya mungkin dengan mempelajari alam wujud yang diciptakan-Nya untuk dijadikan petunjuk bagi adanya pencipta itu.
            Dengan segala ketekunan Ibnu Rusyd harus mengadakan pemaduan antara filsafat dan agama, karena adanya serangan yang berat terhadap filsafat terutama dari Al-Ghazali, dan karena ia sangat menjunjung tinggi Aristoteles, karena itu ia harus memberikan serangan-serangan terhadap Al-Ghazali, dan menyatakan bahwa filsafat tidak berseberangan dengan agama, bahkan mengkokohkannya dan menjelaskan perumusan-perumasannya.
            Menurut Ibnu Rusyd filsafat tidaklah bertentangan dengan Islam, bahkan orang islam diwajibkan atau sekurang-kurangnya dianjurkan mempelajarinya. Tugas falsafat ialah tidak lain dari pada berfikir tentang wujud untuk mengetahui pencipta semua yang ada ini. Kalau pendapat akal dan falsafat bertentangan dengan teks wahyu, demikian Ibnu Rusyd selanjutnya, teks wahyu harus diberi interprestasi demikian rupa sehingga menjadi sesuai dengan pendapat akal.
            Untuk itu dipakai ta’wil. Ayat-ayat Qur’anmepunyai arti-arti lahir dan batin. Arti batin ini hanya dapat diketahui oleh filosof-filosof dan tak boleh disampaikan kepada orang awam. Oleh karena itu tidak ada ulama-ulama yang mengeluarkan pendapat mereka kepada umum tentang masalah-masalah tertentu. Dengan demikian, apa yang disebut ijma’ al-‘ulama’ (kosensus ulama) dalam soal-soal tertentu tidak diperoleh. Oleh karena itu al-Ghazali, kata Ibnu Rusyd, tak mempunyai pegangan untuk menuduh kaum filosof menjadi kafir atas alasan ijma’ al-‘ulama’.
            Dalam mengkritik al-Ghazali, Ibnu Rusyd menjelaskan bahwa dalam pandangna islam segala-galanya dalam alam ini berlaku menurut hukum alam, yaitu menurut sebab-musaba atau causality. Al-Ghazali sendiri tidak percaya adanya hubungan sebab-musabab.
Pembelaan Ibnu Rusyd terhadap kaum filosof atas serangan-seranagn al-Ghazali yang menuduh kaum filosof menjadi kafir atas pemikiran-pemikiran mereka berikut ini, yaitu:
1.      Alam bersifat kekal.
2.      Tuhan tidak tahu perincian yang terjadi di alam ini.
3.      Pembangkitan jasmani tidak ada.
            Mengenai soal pertama yaitu kaum teolog berpendapat “alam dijadikan Tuhan” dalam arti “dijadikan dari tiada”. Pendapat ini menurut Ibnu Rusyd, tidak memiliki dasar syariat yang kuat. Tidak ada ayat al-Qur’an mengatakan bahwa Tuhan pada mulanya berwujud sendiri, yaitu tidak ada wujud selain dari diriNya, dan kemudian barulah dijadikan alam. Ini merupakan pendapat dan interprestasi kaum teolog. Bahkan ayat-ayat Qur’an menyatakan bahwa alam dijadikan bukanlah dari tiada, tetapi dari sesuatu yang telah ada. Menurut ayat-ayat Qur’an bahwa sebenarnya bumi dan langit dijadikan, telah ada benda lain. Dalam sebagian ayat benda itu diberi nama air. Jadi, bumi dan langit dijadikan uap, alam dalam artian bersifat kekal dari zaman lampau yaitu qadim. Ibnu Rusyd berpendapat bahwa alam ini betul diwujudkan secara terus menerus..dengan kata lain alam adalah kekal. Dengan demikian pendapat para filosof tentang kekalan alam tidaklah bertentangan dengan ayat-ayat Qur’an, apalagi tidak ada ayat yang dengan jelas dan tegas mengatakan bahwa alam diadakan dari tiada.
            Mengenai soal yang kedua, bahwa Tuhan tidak mengetahui perincian yang ada dalam alam. Menurut Ibnu Rusyd bahwa pengetahuan Tuhan tetang perincian yang terjadi di alam tidak sama dengan pengetahuan manusia tentang perincian itu. Pengetahuan manusia dalam hal ini mengambil bentuk efek,sedangkan pengetahuan Tuhan mengenai sebab, yaitu sebab bagi wujudnya perincian tersebut. Selanjutnya penegtahuan manusia bersifat baharudan penegatahuan Tuhan bersifat qadim, yaitu semenjak azal Tuhan mengetahui semua hal-hal terjadi di alam, sungguh betapapun kecilnya.
            Mengenai soal ketiga, bahwa kebangkita jasmani itu tidak ada. Ibnu Rusyd menuduh al-Ghazali mengatakan hal-hal yang saling bertentangan. Di dalam Tahafut al-Falasifah, al-Ghazali menulis bahwa tidak ada orang islam yang mengatakan pembangkitan akan terjadi hanya dalam bentuk rohani. Keterangan ini, menurut Ibnu Rusyd bertentangan dengan al-Ghazali sendiri dalam buku lain. Di dalam buku itu al-Ghazali menyebut bahwa pembangkitan bagi kaum sufi akan terjadi dalam bentuk rohani dan tidak dalam bentuk jasmani. Oleh karena itu, terdapat ijma’ ‘ulama’ tentang soal pembangkitan di hari kiamat. Dengan demikian kaum filosofyang berpendapat bahwa pembangkitan jasmani tidak ada, taklah dapt dikafirkan. Ibnu Rusyd berpendapat, bahwa bagi orang awam soal pembangkitan itu perlu digambarkan dalam bentuk jasmani, dan tidak hanya dalam bentuk rohani karena pembangkitan jasmani lebih mendorong bagi orang awam untuk melakukan pekerjan-pekerjaan baik dan untuk menjauhi perbuatan-perbutan jahat.

DAFTAR PUSTAKA
Hanafi, Ahmad.1996.Pengantar Filsafat Islam. Jakarta: Bulan Bintang      
Mustofa, H. A.1997.Filsafat Islam. Bandung: Pustaka Setia
Nasution, Harun.1995.Filsafat dan Mistisisme dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang


REAKSI PEMIKIRAN ISLAM TERHADAP GLOBALISASI


REAKSI PEMIKIRAN ISLAM TERHADAP GLOBALISASI

PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Globalisasi adalah sebuah term yang telah lama mewacana. Hingga kini, konsep globalisasi masih terus menjadi materi perbincangan di kalangan ilmuwan dari varian disiplin keilmuan. Ia adalah sebuah entri baru dalam leksikon. Ia merupakan sebuah istilah teknis yang sering digunakan dalam konferensi dan perbincangan intelektual masa kini. Kendati demikian, proses globalisasi itu sendiri telah memosisikan diri sejak permulaan sejarah umat manusia, kendati berjalan lambat. Satu hal yang menjadikannya terlihat baru hanyalah karena cepatnya perubahan yang terjadi sebagai imbas dari perkembangan teknologi.
Ironisnya, konsep globalisasi belakangan ini lebih banyak diatributkan pada isu-isu ekonomi, yang seolah menyiratkan ternafikannya dimensi yang lain. Hal ini terlihat pada definisi globalisasi yang diungkapkan oleh Princeton N. Lyman, yaitu “rapid growth of interdependency and connection in the world of trade and finance”. Padahal, globalisasi itu sendiri bukanlah sekadar dimensi ekonomi, melainkan sebuah konsep yang bersinggungan dengan segenap sendi kehidupan, termasuk agama.
Islam sebagai agama menjadi patut mendapat uraian yang utuh terkait dengan globalisme yang kian tak terbendung. Paling tidak, uraian ini akan mengelaborasi fenomena keislaman kekinian di tengah himpitan globalisme. Salah satu yang menjadi fokus kajiannya adalah Reaksi pemikiran Islam terhadap Globalisasi.
B.   Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut perlu kiranya merumuskan masalah sebagai pijakan untuk terfokusnya kajian makalah ini. Adapun rumusan masalahnya sebagai berikut:
1.      Apa pengertian globalisasi ?
2.      Apa pengertian pembaharuan ?
3.      Bagaimana reaksi pemikiran islam terhadap globalisasi ?
C.   Metode Pemecahan Masalah
Metode pemecahan masalah yang dilakukan melalui studi literatur/metode kajian pustaka, yaitu dengan menggunakan beberapa referensi buku atau dari referensi lainnya yang merujuk pada permasalahan yang dibahas. Adapun langkah pemecahan masalahnya adalah menentukan masalah yang akan dibahas dengan melakukan perumusan masalah, melakukan langkah-langkah pengkajian masalah, penentuan tujuan dan sasaran, perumusan jawaban permasalahan dari berbagai sumber dan penyintesisan serta pengorganisasian jawaban permasalahan.
D.   Sistemetika Penulisan
Makalah ditulis ke dalam 3 bagian, meliputi:
1.      Bab I, bagian pendahuluan yang terdiri dari: latar belakang masalah, rumusan masalah, metode pemecahan masalah, sistematika peulisan makalah.
2.      Bab II, bagian pembahasan yang terdiri dari: pengertian globalisasi, pengertian pembaharuan, reaksi pemikiran islam terhadap globalisasi.
3.      Bab III, bagian penutup yang terdiri dari simpulan dan saran-saran.













PEMBAHASAN
A.   Pengertian Globalisasi
Menurut asal katanya, kata "globalisasi" diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal. Achmad Suparman menyatakan Globalisasi adalah suatu proses menjadikan sesuatu (benda atau perilaku) sebagai ciri dari setiap individu di dunia ini tanpa dibatasi oleh wilayah. Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan, kecuali sekedar definisi kerja (working definition), sehingga bergantung dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan koeksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat.
Di sisi lain, ada yang melihat globalisasi sebagai sebuah proyek yang diusung oleh negara-negara adikuasa, sehingga bisa saja orang memiliki pandangan negatif atau curiga terhadapnya. Dari sudut pandang ini, globalisasi tidak lain adalah kapitalisme dalam bentuk yang paling mutakhir. Negara-negara yang kuat dan kaya praktis akan mengendalikan ekonomi dunia dan negara-negara kecil makin tidak berdaya karena tidak mampu bersaing. Sebab, globalisasi cenderung berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia, bahkan berpengaruh terhadap bidang-bidang lain seperti budaya dan agama. Theodore Levitte merupakan orang yang pertama kali menggunakan istilah Globalisasi pada tahun 1985. Jan Aart Scholte melihat bahwa ada beberapa definisi yang dimaksudkan orang dengan globalisasi:
  • Internasionalisasi: Globalisasi diartikan sebagai meningkatnya hubungan internasional. Dalam hal ini masing-masing negara tetap mempertahankan identitasnya masing-masing, namun menjadi semakin tergantung satu sama lain.
  • Liberalisasi: Globalisasi juga diartikan dengan semakin diturunkankan batas antar negara, misalnya hambatan tarif ekspor impor, lalu lintas devisa, maupun migrasi.
  • Universalisasi: Globalisasi juga digambarkan sebagai semakin tersebarnya hal material maupun imaterial ke seluruh dunia. Pengalaman di satu lokalitas dapat menjadi pengalaman seluruh dunia.
  • Westernisasi: Westernisasi adalah salah satu bentuk dari universalisasi dengan semakin menyebarnya pikiran dan budaya dari barat sehingga mengglobal.
  • Hubungan transplanetari dan suprateritorialitas: Arti kelima ini berbeda dengan keempat definisi di atas. Pada empat definisi pertama, masing-masing negara masih mempertahankan status ontologinya. Pada pengertian yang kelima, dunia global memiliki status ontologi sendiri, bukan sekadar gabungan negara-negara.

B.   Pengertian Pembaharuan
Kata yang lebih dikenal untuk pembaharuan adalah modernisasi. Kata modernisasi lahir dari dunia barat, adanya sejak renaisans terkait dengan masalah agama. Dalam masyarakat Barat kata modernisasi mengandung pengertian pikiran, aliran gerakan, dan usaha untuk mengubah paham-paham, adat istiadat, institusi-institusi lama dan sebagainya agar semua itu dapat disesuaikan dengan pendapat-pendapat dan keadaan-keadaan baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
Pikiran dan aliran ini segera memasuki lapangan agama dan modernisasi dalam hidup keagamaan di Barat mempunyai tujuan untuk menyesuaikan ajaran-ajaran yang terdapat dalam agama Katolik dan Protestan dengan ilmu pengetahuan dan falsafat modern. Alian ini akhirnya membawa kepada timbulnya sekularisme di masyarakat Barat. 
Modernisasi sering dilawankan fundamentalis (berarti “dasar”) yaitu gerakan dalam agama Krtisten Protestan yang yang menekankan kebenaran Bible bukan hanya dalam masyarakat kepercayaan dan moral saja, tetapi juga sebagai catatan sejarah tertulis kenabian.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern memasuki dunia islam, terutama sesudah pembukaan abad ke-19 M, yang dalam sejarah islam dipandang sebagai permulaan periode modern. Kontak dengan Dunia Barat selanjutnya membawa ide-ide baru ke dunia islam seperti rasionalisme, nasionalisme, demokrasi, dsb. Semua ini menimbulkan persoalan-persoalan baru dan pemimpin-pemimpin islam pun mulai memikirkan cara mengatasi persoalan-persoalan baru itu.
Konsep pembaharuan telah ada dalam al-Quran seperti dalam surat adh-Duha ayat 4:
“Sesungguhnya yang kemudian itu lebih baik bagi kamu dari yang dahulu”.
Kemudian lebih tegas Hadist Nabi Muhammad saw. yang diriwayatkan oeh Abu Daud dan Hakim, dari Abu Hurairah sebagai berikut:
“Sesungguhnya Allah yang Maha Kuasa dan Maha Bijksana akan membangkitkan mujaddin-mujaddin bagi umat (islam) pada setiap seratus tahun yang akan memperbaharui (jiwa dan semangat) agama mereka.”
Pembaharuan yang dianjurkan dalam islam bukanlah westernisasi dalam arti pembaratan dalam cara pikir, bertingkah laku yang bertentangan dengan ajaran islam, akan tetapi pemikiran terhadap agama yang harus diperbaharui dan direformir, pemikiran modern yang menimbulkan reformir dalam agama, dan hal ini tidaklah mungkin timbul dari pola berpikir yang sempit. Penambahan ilmu pengetahuan, memperluas pandangan terhadap keseluruhan soal kehidupan dapat melapangkan pikiran dan pemelihara keortodoksian agama.


C.   Reaksi Pemikiran Islam terhadap Globalisasi
Sekarang ini dunia dengan perkembangan muktakhir di bidang teknologi komunikasi hampir tidak memiliki batas yang jelas satu peristiwa yang sedang terjadi di Eropa atau Amerika Serikat. Secara langsung kita dapat menyaksikannya di rumah kita sendiri di Indonesia, sayangnya, seperti yang telah dielaborasikan dalam pembahasan mengenai sumbangan Islam terhadap peradapan dunia, umat Islam sekarang ini berada pada posisi yang sangat menghawatirkan, diantara mereka masih ada yang belum mampu mengoprasikan komputer, internet, dan beberapa produk teknologi lainnya.
Karena rendah dalam penguasaan dan pengembangan sains dan teknologi, umat Islam menjadi kelompok yang  terbelakang mereka hampir di identikkan dengan kebodohan, kemiskinan dan tidak berperadapan sedangkan sisi lain umat agama lain begitu maju dengan berbagai teknologi pertanian atas dasar itulah, terjadi berbagai reaksi terhadap kemajuan pemeluk agama-agama lain. Secara umum, reaksi tersebut dapat dibedakan menjadi empat, yaitu tradisionalis, modernis, revivalis, dan trans formatif. Penjelasan masing-masing kecenderungan tersebut dapat diikuti pada bagian berikut.

1.        Tradisionalis
Pemikiran tradisionalis percaya bahwa kemunduran umat islam adalah ketentuan dan rencana Tuhan. Hanya tuhan yang Maha Tahu tentang arti dan hikmah di balik kemunduran dan keterbelakangan umat Islam. Hanya tuhan yang maha tau tentang arti dan hikmah di balik kemunduran dan keterbelakangan umat Islam. Makhluk, termasuk umat Islam, tidak tahu tentang gambaran besar sekenario Tuhan dari perjalanan panjang umat manusia.
Kemunduran dan keterbelakangan umat islam di nilai sebagai "ujian" atas keimanan, dan kita tidak tau malapetaka. Apa yang akan terjadi di balik kemajuan dan pertumbuhan umat manusia (mansour fakih dalam ulumul Qur'an, 1997: 11) yakni bahwa manusia harus menerima ketentuan dan rencana Tuhan yang telah dibentuk sebelumnya. Paham jabariyah yang dilanjutkan oleh aliran Asy'ariah ini menjelaskan bahwa manusia tidak memiliki free will untuk menciptakan sejarah mereka sendiri.
Banyak diantara mereka yang dalam faktor kehidupan sehari-hari menjalani kehidupan yang sangat modern dan mengasosiasikan diri sebagai golongan modernis namun ketika kembali kepada persoalan teologi dan kaitannya dengan usaha manusia, mereka sesungguhnya lebih banyak dikategorikn sebagai golongan tradisionalis.
2.        Modernis
Dalam masyarakat barat, modernisme mengandung arti pikiran, aliran, gerakan dan usaha untuk mengubah paham-paham dan institusi-institusi lama untuk di sesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu, modern (modernis, pelaku) lebih mengacu pada dorongan untuk melakukan perubahan karena paham-paham dan institusi-institusi lama di nilai "tidak relavan".
Kaum modernis percaya bahwa keterbelakangan umat islam lebih banyak disebabkan oleh kesalahan sikap mental, budaya, atau teknologi mereka, pandangan kaum modernis merujuk pada pemikiran modernis muktazillah yang cenderung bersifat antroposentris dengan doktrinnya yang sangat terkenal, yaitu ushul al-khamsah. Akar teologi muktazilah dalam bidang af'al al-'ibad (perubahan manusia) adalah qadariyah sebagai anti tesis dari jabariyah diantara mereka adalah Muhammad Abduh di mesir dan Muthafa Kamal Attatruk di Turki. Oleh karena itu mereka juga dikenal sebagai golongan purifikasi.
Asumsi dasar hukum modernis adalah bahwa keterbelakangan umat islam karena mereka melakukan sakralisasi terhadap semua bidang kehidupan. Oleh karena itu, mereka cenderung melihat nilai-nilai sikap mental, kreativitas, budaya dan paham teologi sebagai pokok permasalahan mereka menganjurkan agar kaum tradisionalis mengubah teologi mereka, dari teologi jabariyah kepada teologi rasional dan kreatif yang cocok dengan globalisasi dengan menyiapkan sumber daya manusia yang handal, melalui pendidikan dengan menciptakan sekolah unggulan.

3.    Revivalis –Fundamentalis
Kecenderungan umat islam ketiga dalam menghadapi globalisasi adalah revivalis. Revivalis menjelaskan faktor alam (internal) dan faktor luar (eksternal) sebagai dasar analisis tentang kemunduran umat islam. Bagi revivalis, umat islam terbelakang karena mereka justru menggunakan idiologi atau "isme" lain sebagai dasar pijakan  dari pada menggunakan al-Qur'an sebagai acuan dasar. Pandangan ini berangkat dari asumsi bahwa al-Qur'an pada dasarnya telah menyediakan petunjuk secara komplit, jelas dan sempurna sebagai dasar bermasyarakat dan bernegara. Karena itulah, mereka juga disebut kaum fundamentalis; mereka di pinggirkan oleh kaum devolopmentalis karena dianggap sebagai ancaman bagi kapitalisme, dengan demikian, revivalis bagi kalangan developmentalis, indentik dengan fundamentalis.

4.     Transformatif
Gagasan trans formatif  merupakan alternatif dari ketiga respons umat islam di atas, mereka (penggagas trans formatif) percaya bahwa keterbelakangan umat islam disebabkan oleh ketidakadilan sistem dan struktur ekonomi, politik, dan kultur. Oleh karena itu agenda mereka adalah melakukan transformatif terhadap struktur melalui penciptaan relasi yang secara fundamental baru dan lebih adil dalam bidang ekonomi, politik dan kultur.
Demikian kita telah mengetahui empat respon umat islam terhadap globalisasi, yaitu konservatif-tradisional, modernis, revivalis-funda mentalis, dan tranformatif. Sedangkan melihat respon umat islam  terhadap tradisi  lokal Indonesia, bahwa respons umat islam terhadap tradisi dapat dibedakan menjadi dua: kaum tua dan kaum muda. Kaum tua adalah kelompok yang cenderung membiarkan dan bahkan melestarikan tradisi, sedangkan kaum muda sebaliknya cenderung menentang tradisi dan ingin membersihkan praktik islam dari pengaruh bid'ah dan khurafah.



PENUTUP

A.      SIMPULAN
Menurut asal katanya, kata "globalisasi" diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal. Achmad Suparman menyatakan Globalisasi adalah suatu proses menjadikan sesuatu (benda atau perilaku) sebagai ciri dari setiap individu di dunia ini tanpa dibatasi oleh wilayah.
Dalam masyarakat Barat kata modernisasi mengandung pengertian pikiran, aliran gerakan, dan usaha untuk mengubah paham-paham, adat istiadat, institusi-institusi lama dan sebagainya agar semua itu dapat disesuaikan dengan pendapat-pendapat dan keadaan-keadaan baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
Pembaharuan yang dianjurkan dalam islam bukanlah westernisasi dalam arti pembaratan dalam cara pikir, bertingkah laku yang bertentangan dengan ajaran islam, akan tetapi pemikiran terhadap agama yang harus diperbaharui dan direformir, pemikiran modern yang menimbulkan reformir dalam agama, dan hal ini tidaklah mungkin timbul dari pola berpikir yang sempit. Secara umum, reaksi pemikiran islam terhadap globalisasi dapat dibedakan menjadi empat, yaitu:
1.      Tradisionalis
2.      Modernis
3.      Revivalis
4.      Trans formatif.
B.       SARAN
Untuk menambah wawasan kami mengharapkan saran dari para pembaca maupun dari Bapak Dosen.
Oleh karena itu perlu kiranya baginya memberikan saran tersebut demi kesempurnaan dari makalah ini.



Daftar Pustaka
Asmuni, H.M. Yusran. 1996.Pengantar Sudi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam. Jakarta Raja: Grafindo Persada

Nasution, Harun. 2001.Pembaharuan dalam Islam, Sejarag Pemikiran dan Gerakan. Jakarta: Bulan Bintang

Drs. Atang Abd. Hakim, MA. 1999.Metodologi Studi Islam, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, cet I

Wikipedia. 2013.Globalisasi. http://id.wikipedia.org/wiki/Globalisasi#Pengertian. 17 Maret 2013.
Blogger. 2012. Islam dan Tradisi di Indonesia Sekarang.. http://konterporer.blogspot.com/2012_05_01_archive.html. 29 Maret 2013.


Perkembangan Pendidikan Islam di Thailand


PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Thailand termasuk salah satu negara di Asia yang secara resmi tidak pernah dijajah. Dengan demikian, Thailand lebih bebas menentukan pilihan bernegara modern daripada negara Asia Tenggara lainnya. Umat manusia dalam sejarahnya telah memperlihatkan tentang pentinya pendidikan. Hal ini telah ditelusuri sejak zaman Nabi saw. Usaha pendidikan kemudian ditindaklanjuti oleh generasi berikutnya, pendidikan dan pengajaran terus tumbuh dan berkembang sehingga tersebar diberbagai belahan dunia salah satunya berkembang di negara Thailand yang mayoritas agama resminya adalah Budha. Tujuan pendidikan dalam islam sama dengan tujuan hidup manusia yakni: “Insan Pengabdi Allah”. Untuk mencapai sebuah pendidikan tentu saja diperlukan metode, sistem, dan materi pendidikan. Untuk mngetahui masalah inilah makalah ini dibuat guna mengetahui secara khusus tentang perkembangan pendidikan dan lembaga-lembaga yang berkembang dikawasan Negara Thailand.

B.     Rumusan Masalah
Berdasakan latar belakang tersebut perlu kiranya merumuskan masalah sebagai pijakan untuk terfokusnya kajian makalah ini. Adapun rumusan masalahnya sebagai berikut:
1.         Bagaimana perkembangan pendidikan islam di Thailand?
2.         Apa saja lembaga-lembaga pendidikan islam di Thailand?

C.    Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah diatas dapat diambil tujuan penulisan sebagai berikut:
Untuk mengetahui perkembangan pendidikan islam di Thailand.
Untuk mengetahui lembaga-lembaga pendidikan islam di Thailand.




PEMBAHASAN

A.   Perkembangan Pendidikan Islam di Thailand
Masyarakat muslim di Thailand terdiri dari berbagai kelompok sosial dan terdapat berbagai lokasi geografis. Mereka tersebar di berbagai propinsi di bagain utara, tengah, dan selatan. Sebagian besar dari mereka merupakan keturunan Melayu, Cam, Asia Selatan, Indonesia, Huihui, dan Persia. Dengan demikian semakin terbukanya hubungan sosial di daerah perkotaan, karena pengaruh sistem pendidikan dan budaya modern. Pada pertengahan 1990-an, tidak kurang dari 4,5 juta penduduk Thailand yang berjumlah 57 juta adalah muslim. Mereka mengelola kurang lebih 2.300 masjid yang tersebar di berbagai propinsi.
Thailand adalah salah satu dari negara Asia Tenggara yang apabila ditinjau dari susut agama yang dianaut oleh penduduknya, mayoritas beragama Budha. Mayoritas umat islam di Thailand tinggal diwilayah selatan Thailand, yaitu daerah yang disebut dengan Patani. Masuknya islam ke Patani tidak bisa dilepaskan dengan masuknya islam ke Asia Tenggara. Bukti paling awal yang bisa ditunjukkan tentang kedatangan islam ke Patani adalah ditemukannya batu bertulis (prasasti) di sungai Teras Trengganu.  Menurut catatan ditemukan pada pada tulisan bertarikh 4 rajab tahun 702 H bersamaan dengan 22 Pebruari 1387.
Sejarah awal Patani diperkirakan muncul pada tahun 1390. Raja Islam pertama Kerajaan Patani adalah Sultan Isma’il Syah (1500-1530). Beliaulah peletak dasar Kerajaan Melayu Islam Patani. Semenjak kemuncula kerajaan Islam Patani ini selalu saja terjadi perjuangan untuk melepaskan diri dari pengaruh Siam. Sultan Midzaffar Syah (1530-1564) pernah berupaya dua kali untuk menyerah dan menundukkan kota Ayuthia ibu kota Kerajaan Siam tetapi gagal. Raja Patani yang pertama masuk islam adalah Raja Payah Tu Naqpa setelah memeluk islam berganti nama dengan Sultan Isma’il Zilullah Fil Alam atau lebih dikenal dengan Sultan Isma’il Syah.
Kemantapan dan kemajuan ekonomi serta kekuatan politik Patani yang pada masa itu kekuasaannya mencapai Klantan, Trengganu, Pahang dan Johor Baru membuat kerjaan Patani disegani oleh negara-negara tetanggan termasuk Siam.
Proses islamisasi di Patani tidak bisa dilepaskan dari peranan pendidikan. Pada tahap awal pendidikan informal sangat berperan yaitu kontak informal antara mubaligh dengan rakyat setempat. Pada tahap awal pendidikan agama islam di kawasan Thailand Selatan dilaksanakan pendidikan Al-Quran. Pondok berposisi sebagai lembaga pendidikan yang amat penting di Thailand Selatan. Pendidikan fomal yang dilaksanakan pemerintah dimulai pada raja Chalalongkarn atau Rama V pada tahun 1899. sekolah ini kurang mendapat sambutan masyarakat. Melihat itu pada tahun 1921 pemerintah mengeluarkan undang-undang yang mewajibkan sekolah mulai ditingkat sekolah dasar kelas 1 hingga kelas 4, namun masyarakat Thailand tidak menyambut dengan baik.
Kebijakan pemerintah Thailand berikutnya pada tahun 1966, adalah mewajibkan seluruh institusi pondok untuk mendaftarkan diri ke emerintah di bawah Akta Rongrian Rat Son Sasna Islam (Sekolah Swasta Mengaar Agama Islam). Sejak itu mulai perubahan pendidkan pondok di Selatan Thailand. Perubahan itu memunculkan timbulnya madrsah. Madrasah memiliki ciri:
1.      Madarasah adalah lembaga pendidikan gabungan antara pendidikan agama dan akademik. Guru-guru pendidikan akademik disediakan oleh pemerintah. Pemerintah memberi bantuan terhadap sekolah-seolah agama yang telah melaksanakan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
2.      Pada akhir 1970-an, sekolah-sekolah agama yang telah memiliki 2 aliran ( agama dan akademik) mendapat sambutan dari masyarakat.
3.      Pada tahun 1981 ada jumlah 199 sekolah agama, 122 di antaranya  yang melaksanakan pendidikan agama dan akademik.
Peranan ulama-ulama Patani sangat dominan dalam proses islamisasi tersebut yang berkiprah di Tanah Melayu di antaranya adalah: Syekh Abdul Kadir Bukit Bayas yang telah dilantik menjadi mufti kerjaan Trengganu. Syekh Abdullah yang diangkat sebagai Tukku Pulau Duyung yang menjabat mufti setelah Syekh Abdul Kadir.
B.   Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam di Thailand
Komunitas muslim di Thai berinteraksi dengan pemerintah Thai melalui birokrasi keagamaan yang dipakai oleh kantor Chularajmontri, Komite Islam Sentral, dan perwakilan komite islam provinsi yang secara kontitusional dibentuk didalam departement dalam negeri. Lembaga-lembaga ini mengatur dan mengelola masjid dan kegiatan pendidikan di tingkat lokal. Masjid dan sekolah islam (pondok) adalah lembaga-lembaga kunci dalam proses sosialisasi ditegah masyarakat islam. Tempat-tempat ini merupakan pusat kegiatan bulan Ramadhan, shalat id, shalat jumat, mengaji Al-Quran, dan kegiatna keagamaan lainnya. Disini akan dijelaskan beberapa lembaga pendidikan islam yang ada di Negara Thailand, antara lain:
1. Pondok
Pengalaman kaum muslim di Muangthai (Thailand) agak berbeda dengan yang dialami kaum muslim di Indonesia dan Malaysia. Jika sistem pendidikan agama dan sekolah sekular di Indonesia dan Muangthai hanya bersifat dualistik, di Muangthai sifatnya adalah kontradiktif. Sekolah-sekolah pondok yang menawarkan pelajaran agama cenderung lebih disenangi ketimbang sistem sekolah pemerintah. Mereka merasa lebih at-home dengan pondok, karena alfabet jawai dan bahasa melayu yang digunakannya.
Pondok adalah lembaga pendidikan yang berdiri sebagai pengembangan dari lembaga pendidikan istana dan masjid. Pondok adalah lembaga pendidikan tertua di Patani dan di antara pondok-pondok tertua itu adalah Dala, Bermin, Semela, Dual, Kota, Gersih, Telok Manok, yang mempunyai pengaruh besar bagi pertumbuhan pendidikan islam didaerah ini, oleh karena pondok-pondok ini banyak didatangi oleh para pelajar. Karena itu pondok-pondok ini banyak sekali pengaruhnya bagi pengembangan bahasa melayu, pengaruhnya juga sampai ke Burma dan Kamboja (Malek, 1994:95).
Di antara sekian banyak pondok yang tersebar di daerah Chana ada 4 buah yang paling terkenal sekitar tahun 1955. Pondok-pondok tersebut adalah:
a.         Pondok Tok Guru Haji Nor, dikenal dengan sebutan Ayah Nor (Muhammad Nur). Berlokasi di bagian selatan kota.
b.        Pondok Tok Guru Haji Leh (Haji Salih), terletak di Timur kota Chana.
c.         Pondok Tok Guru Haji Somad (Haji Abdul al Samad), terletak di Barat kota Chana.
d.        Pondok Tok Guru Ghani dikenal sebagai pondok Padang Langa, terletak di sebelah Selatan kota dikenal di Padang Langa.
Faktor yang membuat Pondok Padang Langa termashur adalah ketika pondok ini mengadopsi sistem madrasah seperti yang dikemukaan di negeri-negeri Arab. Pada tahun 1955 Pondok Padang Langan diberi nama baru “Madrasah al Fatah al Balagh al Mubin”. Pondok ini masih tetap eksis sampai sekarang.
Perbedaan pondok dengan madrasah di Thailand adalah, pondok mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a.    Metode mengajar yang dipakai dalam lembaga pendidikan dengan cara halaqah, yaitu guru duduk diatas tikar yang dikelilingi oleh para murid, guru memberikan materi kepada semua murid yang hadir. Karenanya jumlah murid yang mengikuti pelajaran tergantung pada guru yang mengajar, jika guru itu ulama besar dan mempunyai kredabilitas intelektual, para muridnya banyak, namun jika sebaliknya ulama tidak terkenal dan tidak mempunyai kredabilitas intelektual muridnya akan sepi, bahkan halaqah-nya tutup.
b.    Tidak memakai sistem kelas (nonklasikal)
c.    Pelajaran berpedoman pada kitab-kitab yang dibaca disebuah hall terbuka dikenal dengan balaisah, 3 kali sehari.
d.   Sang murid mencatat penjelasan dan komentar yang mereka dengar dari guru mereka.
e.    Pelajar-pelajar pemula belajar bersama dengan pelajar senior tidak klasifikasi berdasarkan latar belakang mereka.
f.     Tidak ada ujian dan tugas-tugas. Tidak ada batas lamanya studi, seseorang bisa saja bermukim 10 tahun di pondok tersebut.

Ada beberapa kitab yang digunakan di pesantren:
a.    Al Muwatta’ karya Imam Malik bin Anas ( wafat tahun 795 M).
b.    Sahih al Bukhari karya Abu Abd Allah ibn Ismail ibn Ibrahim ibn Bardizbah al Jufi al Bukhari (wafat tahun 256 H).
c.    Bulugh al Maram (fiqh) karya al Hafiz Ahmad ibn Ali ibn Hajar al Asqalani (773-852 H).
d.   Tafsir Jalalyn, the Qur’an Comentary, karya Jailal al Din Muhammad ibn Ahmad al Muhall (1389-1459).
e.    Al Iqna’ fi Hall Alfaz Abi shuja oleh Syaikh Muhammad Shirbini (wafat tahun 1570 M).
f.     Kitab Shadha al ‘Uzaf fi fanu al Sarf (marphology) oleh Syaikh Ahmad al Hamlawi.
g.    Matna al Bina wal al Asas (marphology) oleh Allamat Mulla Abd Allah al Dangsi.
h.    Matna al Jurumiyah (grammar) oleh Abu Abd Allah Muhammad ibn Daud al Sinhaji dikenal dengan nama ibn Ajurrum.
i.      Kitab jawahir al Maknun (rethoric) oleh al Syaikh Makhluf al Munjawi.
Ada 3 unsur pendidikan pondok di Patani, yaitu unsur pendidikan ibadah yaitu menanamkan keteguhan iman. Tabligh, yaitu menyebarkan ilmu, ketiga amal mewujudkan ajaran islam di kalangan masyarkat (Malek, 1994: 97). Materi pelajaran yang diutamakan di pondok adalah berdasarkan pada pembacaan dan pemahaman kitab-kita klasik, baik dalam bahasa Arab maupun dalam bahasa melayu tulisan Jawi. Ciri khas pengajarn pondok itu adalah “No System of education no fixed syllabus, each proffesor (tok guru) is having his own method of teaching and syllabus.” (Madmarn, 2002: 60).
2. Madrasah Chitpakdee
Masyarakat muslim di Chiang Mai cukup dinamis. Dari segi agama, setiap komuntias mempunyai pusat pendidikan yang biasanya dikaitkan dengan masjid. Di kota Chiang Mai terdapat empat pusat seperti ini. Kemudian, tiga lagi terdapat lagi didaerah sekitarnya, yaitu di Nong Ban, Pah Heoy, dan Doi Saket. Dipusat kegiatan dasar pendidikan islam seperti, mempelajari asas aqidah, ibadah, pembacaan Al-Quran, dan hukum-hukum islam dilakukan. Di samping itu, kegiatan ilmiah keagamaan diadakan pada waktu tertentu. Sejak pertengahan 1970-an telah dididirikan sebuah madrasah menengah (Chitpakdee), di lingkungan San Pah-Koy. Madrasah ini didirikan untuk menyiapkan tenaga ahli dalam bidang keislaman. Lulusannya dikirimkan untuk menyiapkan tenaga ahli dalam bidang keislaman. Lulusannya telah dikirimkan untuk melanjutkan studi ke berbagai negara islam di Asia Tenggara ataupun Timur Tengah, dan Asia Selatan.
Pada awal 1980 tidak kurang dari 40 siswa putra tinggal di asrama dan belajar di Chitpakdee. Mereka mendapatkan beasiswa dan sekembalinya dari luar negeri perlu mengabdi selama sekurang-kurangnya 3 tahun dengan komunitas asal masing-masing.
Dengan semakin terbukanya sistem pendidikan islam, hubungan dengan negara dan pusat islam menjadi semakin intensif. Bukan hanya para siswa dan mahasiswa muslim Chiang Mai yang berkesempatan untuk melihat perkembangan di dunia islam, para pemimpin dan aktivis muslim dari berbagai negeri juga sering mengunjungi Chiang Mai. Masyarakat muslim di Chiang Mai semakin bersemangat mengangkat syiar islam dan keberhasilan mereka mengelola Chitpakdee merupakan bukti nyata. Dengan semakin meningkatnya kesadaran beragama, semakin nyata keterbukaan mereka terhadap masyarakat muslim di Thailand.
3. Universitas Pangeran Songkla
Di Thailand kaum Muslim minoritas dari penduduk Thailand yang mayoritas beragama budha. Pendidikan islam banyak terpusat di Selatan Thailand di provinsi Patani, Yala, Naratiwat, Satun, dan Songkla.
Sebagai sampel dari perguruan Tinggi Islam di Thailand dikemukakan seperti College of Islamic Studies of Songkla University. Usaha khusus untuk menggabungkan tradisi ilmu agama islam dengan pendidikan modern yang diasuh negara Thai adalah pembukaan Program kajian Islam di Universitas Pangeran Songkla, kampus Patani. program tersebut dibuka pada tahun 1982. Pada tahun 1990 statusnya ditingkatkan menjadi Kolej Kajian Islam, setara fakultas.
Tingkat pendidikan yang dikelola oleh collage ini ada 2. Pertama, tingkat sarjana (S1) undergraduate program (4 tahun) yang meliputi hukum islam (islamic law), Silamic Studies (Studi Islam), Islamic Studies (Arabic Language) (studi bahasa arab), Islamic Economic and Management, Middle East Study. Kedua, tingkat program master, Islamic Studies dengan spesialisasi. Islamic law (hukum islam), Usuluddin, Sejarah dan Peradaban Islam (Islamic History and Civilization), Pendidikan Islam (Islamic Education).




PENUTUP
Kesimpulan
Mayoritas umat islam di Thailand tinggal diwilayah selatan Thailand, yaitu daerah yang disebut dengan Patani. Sejarah awal Patani diperkirakan muncul pada tahun 1390. Raja Islam pertama Kerajaan Patani adalah Sultan Isma’il Syah (1500-1530). Proses islamisasi di Patani tidak bisa dilepaskan dari peranan pendidikan. Pada tahap awal pendidikan informal sangat berperan yaitu kontak informal antara mubaligh dengan rakyat setempat. Pada tahap awal pendidikan agama islam di kawasan Thailand Selatan dilaksanakan pendidikan Al-Quran. Pondok berposisi sebagai lembaga pendidikan yang amat penting di Thailand Selatan.
   Beberapa lembaga pendidikan islam tersebar di seluruh wilayah Thailand yaitu, sebagai berikut:
1.      Pondok
2.      Madrasah Chitpakdee di Chai Mai
3.      Universitas Pangeran Songkla di Thailand

DAFTAR PUSTAKA
Daulay, H. Haidar Putra.2009. Dinamika Pendidikan Islam di Asia Tenggara. Jakarta: Rineka Cipta
Ensiklopedia Tematis Dunia Islam Dinamika Masa Kini. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve
Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Moder, Terj. Eva Y.N, dkk, Cet.2. 2002. Bandung: Mizan
Kuntowijoyo.2000. Paradigma Islam Interpretasi untuk Aksi. Bandung: Mizan
Suwito. 2005. Sejarah Sosial Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana